Translate

Sabtu, 23 Mei 2015

Penggoda? Tamu atau Tuan Rumah?


 
Sebagian orang mungkin akan paham bagaimana rasanya mendapat label "penggoda". Sebagian lagi mungkin memilih menutup mata dan tak ingin berpendapat untuk itu. Lalu bagian paling kecil akan berpikir berkali-kali menggunakan kata tersebut untuk memberikan label "penggoda" pada seseorang. Sekalipun benar, orang tersebut adalah "penggoda", tolong jangan mengedepankan ego dan emosi sesaat untuk menilai orang lain. Apalagi hanya menilai orang lain lewat perkataan orang lain, itu seperti memakan muntahan dari orang lain. Cari tau terlebih dulu siapa yang memulai semua ini. Tidak ada tamu yang masuk jika tuan rumah tidak membukakan pintu. Tidak ada tamu yang betah berlama-lama tinggal jika tuan rumah tidak memberikan kenyamanan. Tidak ada.
Setiap orang memiliki perasaan. Bahkan orang yang berlabel "penggoda" sekalipun. Batu yang keras sekalipun lama-lama menjadi cekung saat pada bagian yang sama mendapatkan tetesan air terus-menerus. Sama, sebelum masuk ke dalam hubungan orang lain, tamu ini tidak berniat masuk, hanya sekedar lewat, yang kemudian secara tidak sengaja mengenal tuan rumah. ketika pintu dibuka, tamu tersebut apakah lantas langsung masuk? Selayaknya orang lewat, dia hanya berbincang ringan dengan seorang kenalan, karena merasa nyaman perbincanganpun berlanjut ke dalam rumah saat tuan rumah mempersilakan masuk. Ada saat si tamu ingin pulang. Saat si tamu sadar dia sudah terlalu lama berada dalam rumah orang lain, tapi tuan rumah masih menahannya "Berdiamlah sebentar lagi, kamu tega meninggalkanku sendirian? Aku kesepian. Aku nyaman ditemani olehmu" barangkali begitu cara menahannya jika diucapkan secara verbal. Memang ada kalanya si tamu ingin menjadi bagian dari si pemilik rumah, tapi itu hanya rasa keegoisan sesaat yang ditepisnya jauh-jauh. Si tamu sadar, akan ada masanya dia pulang, akan tiba waktunya tuan rumah merasa bosan dan memintanya meninggalkan rumah. Iya, waktunya telah tiba, ketika tuan rumah mengatakan "Aku ingin sendiri". Tamparan keras baru saja membangunkan tamu dari mimpi panjangnya. Logikanya berteriak atas kemenangan dari pertempurannya melawan perasaan. Jika si tamu adalah "penggoda", dia tidak akan diam menerima perlakuan tuan rumah.
Bukankah terlalu bodoh sebagai "penggoda" untuk menerima semua perlakuan tuan rumah setelah apa yang  tamu berikan? Menurutmu, apakah "penggoda" itu bahagia di tengah semua hal yang berkecamuk di hati dan pikirannya? Di tengah pertempuran perasaan dan logikanya? Apakah kamu mau bertukar tempat dengannya barang sehari saja? Apakah pantas label "penggoda" itu kamu berikan pada si tamu? Tolong pikirkan itu dengan kepala dingin.

Kamu baik, tapi tidak cukup baik untuk memberikan label "penggoda" pada orang lain.

Sabtu, 09 Mei 2015

Karena Kejujuranku Menyakitkan!


Kenapa aku bohong? Karena kejujuranku akan melukai semuanya, akan menyakitimu dan lebih menyakitiku. Saat itu terjadi, aku g yakin masih bisa menahan tangisku, aku g yakin masih bisa menahan emosiku, aku g yakin masih punya kendali atas tindakanku. Masih pengen aku jujur?
Karena dia berhasil menghancurkanku dalam hitungan bulan!
Karena dia yang sudah berhasil menyakitiku sampai aku pernah ingin mengakhiri hidupku!
Karena dia yang seperti itu dan aku masih menangis untuknya saat tau dia terluka karena wanita lain!
Lalu aku harus sebut apa perasaan macam ini?! Sayang? Cinta? Absurd!
Aku bahkan membenci diriku sendiri yang begitu lemah dan keras kepala.


Kenapa pesan-pesan itu masih ada? Kenapa foto ditempat sampah itu juga masih bertenger indah?
Karena selain bagian diriku yang keras kepala itu menginginkannya, sebagian diriku yang lain juga berjuang disana. Berjuang, biarpun pesan-pesan itu masih ada, tapi memastikan aku tidak membacanya. Bersikeras, biarpun foto ditempat sampah itu belum terbuang, tapi memastikan tanganku tidak akan merestorenya kembali.
 

Lihat! Lihatlah betapa kejujuranku menyakitimu, sekaligus menyakitiku 3kali lipat. Sakit karena harus sekali lagi menerima kelamnya kenyataan. Sakit karena sekali lagi diingatkan betapa menyedihkannya aku yang pernah ingin mengakhiri hidupku demi pangeran tak berperasaan! Dan sakit karena aku telah menyakitimu.

Tolong...

Jangan usik masa laluku. Sungguh aku ingin berdamai dengan hatiku. Berdamai dengan hidupku.