Sebagian orang mungkin akan paham
bagaimana rasanya mendapat label "penggoda". Sebagian lagi mungkin
memilih menutup mata dan tak ingin berpendapat untuk itu. Lalu bagian paling
kecil akan berpikir berkali-kali menggunakan kata tersebut untuk memberikan label
"penggoda" pada seseorang. Sekalipun benar, orang tersebut adalah
"penggoda", tolong jangan mengedepankan ego dan emosi sesaat untuk
menilai orang lain. Apalagi hanya menilai orang lain lewat perkataan orang
lain, itu seperti memakan muntahan dari orang lain. Cari tau terlebih dulu
siapa yang memulai semua ini. Tidak ada tamu yang masuk jika tuan rumah tidak
membukakan pintu. Tidak ada tamu yang betah berlama-lama tinggal jika tuan
rumah tidak memberikan kenyamanan. Tidak ada.
Setiap orang memiliki perasaan.
Bahkan orang yang berlabel "penggoda" sekalipun. Batu yang keras
sekalipun lama-lama menjadi cekung saat pada bagian yang sama mendapatkan
tetesan air terus-menerus. Sama, sebelum masuk ke dalam hubungan orang lain,
tamu ini tidak berniat masuk, hanya sekedar lewat, yang kemudian secara tidak
sengaja mengenal tuan rumah. ketika pintu dibuka, tamu tersebut apakah lantas
langsung masuk? Selayaknya orang lewat, dia hanya berbincang ringan dengan
seorang kenalan, karena merasa nyaman perbincanganpun berlanjut ke dalam rumah
saat tuan rumah mempersilakan masuk. Ada saat si tamu ingin pulang. Saat si
tamu sadar dia sudah terlalu lama berada dalam rumah orang lain, tapi tuan
rumah masih menahannya "Berdiamlah sebentar lagi, kamu tega meninggalkanku
sendirian? Aku kesepian. Aku nyaman ditemani olehmu" barangkali begitu
cara menahannya jika diucapkan secara verbal. Memang ada kalanya si tamu ingin
menjadi bagian dari si pemilik rumah, tapi itu hanya rasa keegoisan sesaat yang
ditepisnya jauh-jauh. Si tamu sadar, akan ada masanya dia pulang, akan tiba
waktunya tuan rumah merasa bosan dan memintanya meninggalkan rumah. Iya,
waktunya telah tiba, ketika tuan rumah mengatakan "Aku ingin
sendiri". Tamparan keras baru saja membangunkan tamu dari mimpi
panjangnya. Logikanya berteriak atas kemenangan dari pertempurannya melawan
perasaan. Jika si tamu adalah "penggoda", dia tidak akan diam
menerima perlakuan tuan rumah.
Bukankah terlalu bodoh sebagai
"penggoda" untuk menerima semua perlakuan tuan rumah setelah apa
yang tamu berikan? Menurutmu, apakah
"penggoda" itu bahagia di tengah semua hal yang berkecamuk di hati
dan pikirannya? Di tengah pertempuran perasaan dan logikanya? Apakah kamu mau
bertukar tempat dengannya barang sehari saja? Apakah pantas label
"penggoda" itu kamu berikan pada si tamu? Tolong pikirkan itu dengan
kepala dingin.
Kamu baik, tapi tidak cukup baik
untuk memberikan label "penggoda" pada orang lain.