Translate

Minggu, 24 Januari 2016

Aku Merindukanmu...

Kepergianmu yang tiba-tiba adalah kiamat kecil bagiku. Tahukah kamu rasanya menjadi seorang perempuan yang setiap hari menatap ponselnya hanya untuk menunggu chat-mu? Tahukah kamu rasanya jadi seseorang yang diam-diam memperhatikan seluruh sosial mediamu hanya untuk mengobati perih dan sakitnya rindu? Tahukah kamu betapa menderitanya jadi seorang gadis yang hanya bisa berprasangka, hanya bisa mengira, hanya bisa menerka bagaimana perasaanmu padaku selama ini? Tahukah kamu begitu tersiksanya hidup menjadi orang yang selalu bertanya-tanya, ke sana ke mari, mencarimu ke mana-mana, sementara kamu melenggang seenaknya seakan tidak terjadi apa-apa di antara kita? Tahukah kamu perihnya menahan diri untuk tidak menghubungimu lebih dahulu karena aku begitu tahu diri bahwa kita tidak pernah ada dalam status dan kejelasan? Tahukah kamu lelahnya menjadi orang yang terus berharap, terus berkata dalam hati, begitu percaya bahwa suatu hari kamu akan kembali?

"Dia pasti chat aku, kok. Satu hari lagi. Dua hari lagi. Satu minggu lagi. Dua minggu lagi. Tiga minggu lagi. Satu bulan." Dan, aku masih menghitung hari, menunggu kamu pulang, menunggu ingatanmu kembali padaku. Tahukah kamu betapa tersiksanya aku ketika kamu tidak memberi kabarmu, ketika kamu tidak menyapaku, ketika tak ada lagi percakapan di antara kita, dan ketika kamu tiba-tiba menghempaskanku ke dasar daratan, ketika kita sedang asik-asiknya terbang bersama? Katakan padaku, bahwa aku terlalu berlebihan, aku terlalu berdrama, aku terlalu membawa perasaan. Aku tidak peduli apa kata orang, mereka tidak pernah paham betapa dalamnya perasaanku, seperti kamu yang tidak pernah mengerti betapa aku mencintaimu.

Aku rindu semua pertanyaan yang kamu lontarkan padaku di tengah-tengah kesibukanmu bermain game. Aku rindu caramu membalas pesanku dengan tergesa-gesa, lalu meninggalkanku lagi untuk beberapa jam, lalu menyapaku setelah pekerjaanmu dengan game-mu itu selesai. Betapa aku rindu menit-menit singkat yang aku lewati, meskipun aku harus melewati belasan jam dalam sehari, hanya untuk setiap menit berharga bersamamu.

Mungkin, kamu selalu bertanya, mengapa aku bisa dengan mudah jatuh cinta padamu? Kalau aku bercerita panjang lebar, tentu ceritaku akan menjadi sebuah buku tentang kisah yang kamu sebut drama. Dengarlah, duduklah di hadapanku, dan tatap mataku dalam-dalam. Aku sudah memperhatikanmu, sebelum kita saling menyapa. Aku sudah mencintaimu jauh-jauh hari, meskipun aku tidak pernah tahu siapa dirimu, bagaimana keseharianmu, siapa saja kekasihmu, siapa saja gebetanmu. Bagiku, semua itu tak penting. Aku mencintaimu. Mencintaimu. Mencintaimu. Dan, akan terus begitu. Meskipun kamu, sekali lagi, tidak akan pernah tahu.

Aku masih menanti, suatu hari kamu akan memperlakukanku sehangat kemarin. Dan kita tertawa, bercanda, memeluk awan, meraih bintang, menari bahagia di permukaan Saturnus. Aku masih menunggu, hari-hari saat kamu kembali. Dan aku bisa rasakan hangatnya pelukmu yang dulu pernah menjadi mimpi kecilku, bisa aku rasakan desah napasmu ketika kamu berbisik di telingaku, bisa aku rasakan denyut jantungmu ketika peluk kita begitu erat hingga sulit dilepaskan, bisa aku dengar suara mendhok-mu yang menyanyikan lagu Killing me inside, bisa aku rasakan rapatnya jemarimu ketika memegang jemariku, dan aku bersumpah demi apapun tidak akan melepaskanmu.

Aku masih menanti, pertemuan kita yang segera terjadi. Sungguh, aku tidak berharap lebih. Seandainya bisa bertemu denganmu, aku hanya ingin menatap sinar matamu, mata yang entah mengapa selalu membuatku percaya, masih ada cinta di sana.

Sungguh, aku tidak berharap lebih. Keinginanku sederhana. Kita duduk berdua saja. Tidak ada percakapan yang terjadi, hanya hati kita yang saling menghampiri. Kamu menggenggam jemariku, aku menggenggam jemarimu. Kita menghela napas sesaat, masih tak percaya bahwa pada akhirnya kita sampai di titik ini. Dulu, aku hanya bisa menatap chat-mu, namun pada akhirnya aku bisa benar-benar menatapmu. Lalu, kamu memandangiku, aku memandangimu. Kamu mendekat. Semakin dekat. Bisa aku rasakan aroma tubuhmu. Bisa aku rasakan anak rambut menyentuh wajahku. Kita.....

Beranikah? Aku menantangmu.

Minggu, 17 Januari 2016

Aku Harap Itu Kamu

Aku...
Ciuman yang kita lakukan minggu pagi, di awal tahun itu adalah ciuman pertamaku, bersama seseorang yang untuk pertama kalinya dalam hidupku selama 21 tahun ini benar-benar kusayangi. Sejak kapan, bagaimana, dan apa yang membuatku jatuh hati padamu? Sungguh, aku tak tau. Yang aku tau, di dekatmu aku tak perlu menjadi orang lain, tak perlu menjadi gadis manis, tak perlu berpura-pura baik, tak perlu malu mengatakan "aku menyukaimu" dan aku menyukai diriku apa adanya.
"I love you tiyas"
Meskipun tak pernah terucapkan pernyataan cinta yang mengharukan, tapi aku mendengarnya dari debaran jantung kita yang berirama ketika itu.

Aku berharap itu kamu, yang memegang jemariku kala aku kebingungan menentukan arah hidupku. Aku berharap itu kamu, pria yang dengan lembut memelukku ketika aku kelelahan menghadapi dunia. Aku berharap itu kamu, yang menemaniku keliling-keliling Jogjakarta, di bawah sinaran lampu jalanan, dan aku memelukmu layaknya orang yang paling takut kehilangan. Aku berharap itu kamu, pria yang mengecupku dengan sangat pelan, menenangkan tangisku yang sesenggukan, dan berkata bahwa semua akan tetap berjalan.
Dan aku telah memikirkannya lebih dari ratusan kali hingga kepalaku terasa mau pecah. 
"Aku tidak bisa kehilangan lelaki ini"
Karena itu... harapanku saat ini... Bisa bertemu denganmu setiap hari. Bilang aku mencintaimu setiap hari. Mendengar kau mengucapkan kata cintamu padaku setiap hari. Memimpikan mimpi yang sama setiap hari. Melahirkan anak kita, membesarkannya. Menjadi tua bersamamu. Mungkinkah itu?

Jumat, 01 Januari 2016

Perjalanan dan Pelajaran

Sebut saja ini adalah sebuah perjalanan sekaligus pelajaran. Perjalanan tempat kita saling menemukan, pelajaran tempat kita saling mendewasakan. 

Setelah berulang kali menemukan, kemudian akhirnya melepaskan. Setelah berulang kali bersyukur atas sebuah pertemuan dan belajar atas perpisahan. Setelah berulang kali menemukan rumah, namun ternyata hanya dianggap sebagai tempat singgah. Setelah merasa dialah orang yang tepat, sampai kepadanyalah hati kita menutup pintu rapat-rapat. Setelah segalanya yang terjadi, masihkah kita percaya dengan sebuah rasa? Namun seperti yang kukatakan, ini adalah perjalanan sekaligus pelajaran. 

Aku tak pernah mendefinisikan perpisahan sebagai sebuah akhir. Dan buatku, MELEPASKAN BUKAN PERKARA SIAPA YANG TIDAK BISA BERTAHAN. Tapi mungkin melepaskan adalah cara terbaik untuk kembali menemukan. Jika kita belum benar-benar menemukan, berarti kita masih ada di sebuah rel panjang. Hanya waktu yang bisa menentukan kapan kita akan pulang ke sebuah rumah, lalu menetap di sana. Terlalu sering disakiti, jangan membuat kita jadi kehilangan stok persediaan "maaf". Berbesar hatilah, bebaskan hati kita dari benci. Karena benci adalah penjara paling mengerikan. 

Aku tidak pernah menyesal atas peristiwa-peristiwa yang membuatku terluka, karena di situlah aku belajar untuk mendewasakan diri dan menerima. Aku tidak pernah merasa segalanya akan sia-sia, karena Tuhan selalu punya rencana. Selalu tempatkan BAHAGIA di hati kita, di ruang paling utama, tempat dimana kita bisa menyambut calon penghuni hati kita untuk menetap. Kita bebas untuk merasakan, menyebarkan, membagikan dan memilikinya. Jaga hati kita baik-baik, agar suatu hari nanti, kita bisa memberikan kepadanya yang terbaik. Jangan takut untuk merasakan sakit, jangan menyangkalnya dan jangan berjalan dengan spion masa lalu. Karena semua akan selalu tiba dengan cara yang berbeda. Jangan takut untuk mengutarakannya. BUKAN untuk sebuah PERLOMBAAN memenangkan hati, tapi mengapa di simpan jika memberitahu akan membuat seseorang merasa lebih bahagia? 

Aku sudah lama berada dalam sebuah perjalanan. Aku pun tidak benar-benar tahu, apakah aku sudah menemukan. Tapi aku tahu, aku tidak perlu terburu-buru. Karena orang yang tepat, orang yang terbaik, sudah disiapkan oleh Tuhan. Jika kamu yang nantinya Tuhan berikan untukku, aku berjanji untuk menjagamu, mencintaimu tanpa titik henti. Kita akan berjalan maju, tanpa melirik pada masa lalu. Kita akan bahagia dan tak khawatir akan apa-apa. Satu hal yang perlu kamu tahu, dimanapun kamu berada, meski tanpa sebuah nama, tapi kepada calon priaku, kamu selalu ada dalam doa. Semoga kita bertemu, secepatnya, setepatnya. Aamiin.