Translate

Kamis, 03 Maret 2016

Hujan dan Kenanganku

Hujan selalu menyimpan tanda tanya. Kadang, hujan bisa juga menjadi jawaban. Dia membisu, datang malu-malu, tanpa isyarat dan kata, tiba-tiba dia mengguyur saja sesukanya, seenak hatinya. Seringkali hujan disalahartikan sebagai pembawa duka, sebagai sebab seseorang mengingat kenangannya, sebagai terdakwa yang menyebabkan seseorang takut akan takdirnya. Hujan buatku adalah penenang dalam kerinduan, pembawa air mata, dan pengingat rasa kehilangan. Selalu saja, sesuatu yang harus seseorang lupakan adalah sesuatu yang justru jauh tersimpan begitu dalam, kenangan.


Aha! Hujan ternyata masih jadi peran antagonis, dia kembali mengingatkanku padamu! Kamu yang enam tahun ini meninggalkanku tanpa pamit, tanpa ucapan selamat tinggal, tanpa isyarat dan pengungkapan.

Ah... berdosakah aku kalau masih saja memikirkanmu? Enam tahun lalu, hanya kau saja yang mengajariku menghargai rintik hujan, menghargai deras rindunya, menghargai butir-butir kenangan halusnya.

Hujan kali ini, di sepotong sore yang dingin, benar-benar mengingatkanku pada rasa kehilangan, tentu saja rasa yang begitu dalam. Hilang? Saat aku berniat untuk mencari, pasti aku akan menemukan. Tapi, bagaimana aku bisa mencari orang sepertimu? Di mana aku bisa menemukan seseorang yang selalu melindungiku sepertimu?

Sayang. Ah! Sayang? Panggilan yang tak pernah terucap sekalipun dari bibirmu. Hujan kali ini memang deras sekali, aku tak membayangkan kamu yang terbaring lemah disana, apa kau kedinginan? Oh ya, sudah sebulan aku tidak mengunjungimu ya? Apa kamu merindukanku sedalam aku merindukanmu? Tidak usah dijawab! Aku tidak ingin mendengar jawaban dingin itu! Begini saja, besok aku akan mengunjungimu, membersihkan rumput-rumput liar yang mencoba menjamah nisanmu. Jangan menolak! Aku punya alasan sederhana untuk menjelaskan pemaksaanku. Aku hanya rindu. Itu saja. Sederhana. Rindu memang selalu sederhana kan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar