Translate

Selasa, 10 Maret 2015

Kehilangan...

Rasanya baru kemarin kita bicara. Saat kita merasa tak pernah kehabisan hal-hal menarik untuk dibahas. Rasanya baru kemarin saat kamu menggenggam tanganku dan berkata kalau hidup ini akan baik-baik saja. Dan rasanya pun aku tak pernah membayangkan sesuatu yang buruk akan menimpaku. Tak pernah sedetik pun. Karena kamu terasa begitu dekat.
 

Sampai aku harus mengikhlaskan kamu untuk pergi, membawa semua semangat dan pengharapanku tentang masa depan kita. Begitu cepat dan aku hilang arah. Aku tak lagi ingat dimana dan membedakan antara utara dan selatan, antara siang dan malam, antara nyata dan semu. Aku tak pernah berharap memikirkanmu dalam wujud semu yang tak pernah bisa aku gapai. Karena aku tak pernah tau bagaimana rasanya semu. Ya, aku tak tau lagi bedanya.

Merelakan kamu pergi adalah hal sulit yang harus aku lalui dengan susah payah. Dan perlahan-lahan mengharuskanku menghapus bayanganmu dan semua kenangan kita. Kamu tau? Itu mustahil bagiku. Aku tak peduli berapa banyak waktu dan air mata ku yang terbuang untuk meratapi kepergianmu. Aku tak peduli berapa orang yang akan menyebutku gila dengan mematri bayanganmu. Ya, hanya bayangan. Tapi akan selalu tersimpan rapi di kotak kenanganku dan kubuang kuncinya hingga ke dasar laut. Karena aku tak ingin kamu lenyap begitu saja, setelah semua yang terjadi, setelah semua yang kamu ambil, setelah semua impian kita yang mungkin hanya akan jadi arang. Hangus terbakar bersama semangatku yang telah kamu bawa pergi.



Lalu bagaimana dengan hidupku? Aku tak sempat memikirkannya. Karena hati dan otakku hanya mengijinkanku untuk memikirkanmu. Kamu tau rasanya terpuruk begitu dalam? Mungkin seperti ini. Kehilangan orang yang paling ku sayangi, kegagalan berkali-kali, atau mendapat ketidak adilan dan perlakuan yang tidak semestinya? Yang mana? Tak ada yang lebih buruk selain kehilangan kamu. Kamu, tempatku menitipkan sebagian harapanku dan berharap kalau kamu bisa menemaniku meraihnya. Ya, hanya bersama kamu. Jika kesedihan adalah samudera tak bertepi, maka ke tepi terjauh mana tangis ini harus kubawa?

Ah, aku melupakan satu hal. Takdir. Takdir yang sudah digariskan oleh-Nya. Dan aku akan mencoba bahagia dengan mengikuti takdir Tuhan dan tak mempertanyakannya, seperti saat kamu pergi meninggalkanku. Miris.

Afriyani, 10/03-15

Tidak ada komentar:

Posting Komentar